RESENSI

| |

Fitnah Itu Muncul Karena Dengki!?


Judul Buku : ABU HURAIRAH; al-Shahâbiy al-Muftarâ Alaih
Pengarang : Muhammad Abdullah Muhammad Hawwâ`
Tahun : 1998
Penerbit : Mu`assasah Dâr al-Sya’bi
Cetakan : Pertama
Jumlah Halaman : 240
Resensator : Tsalisul Khiyar


“Para sahabat Rasul ibarat bintang bagi umat Islam, bahkan merekalah para pelopor serta pejuang panji Islam. Tak terkecuali Abu Hurairah, adalah salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Maka tidak selayaknya bagi kita mempermainkan mereka hanya demi nafsu-nafsu politik maupun kepentingan duniawi lainnya”. Sepenggal kalimat di atas adalah kata pengantar dari buku ABU HURAIRAH; al-Shahâbiy al-Muftarâ Alaih.

Abu Hurairah hidup bersama Rasulullah SAW selama tiga tahun dan termasuk dari kalangan ahli Suffah, yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan sering tidur di masjid Nabi. Abu Hurairah masuk Islam dan dibai’at oleh Rasulullah SAW pada waktu perang Khaibar. Perjuangan beliau bersama sahabat yang lain dalam menyebarkan Islam tidak diragukan lagi; beliau pernah mengikuti perang Khaibar pada tahun 7 Hijriyah, Perang Mu’tah, perang Hunain, perang Tabuk dan Fathu Makkah.

Begitu juga pada masa khalifah Abu Bakar, beliau mengikuti peperangan untuk menumpas orang-orang murtad yang menentang khalifah. Pada masa khalifah Umar RA, beliau pernah diberi amanat untuk memegang kekuasaan di Bahrain. Ketika masa Utsman, beliau bersama-sama sahabat yang lain ikut membela khalifah ketika kaum pembelot pimpinan Abdullah bin Saba’ mengepungnya.

Sekelumit deskripsi di atas adalah sepenggal kisah perjuangan sang Abu Hurairah. Tapi seiring perjalanan waktu, muncullah sekelompok golongan yang kurang menghargai jasa beliau. Tidak hanya itu, secara frontal mereka bahkan menyalahkan dan menganggap perjuangan itu hanya karena kepentingan dunia, yaitu demi kedudukan dan ketenaran. Hal ini dapat kita temukan terutama pada statemen-statemen beberapa golongan Syiah yang kemudian tidak mengakui periwayatan hadits dari beliau. Buku ini, secara historis merupakan sebuah jawaban atau (yang lebih radikal) bantahan atas sebuah buku berjudul “Abu Hurairah” karangan Syeikh Abdul Husein Syarafuddin. “Adalah sebuah buku yang menggambarkan sosok Abu Hurairah dengan tidak selayaknya sebagaimana para sahabat Rasul”, Ungkap Muhammad Abdullah Muhammad Hawwâ` dalam mukaddimah bukunya.

Maka dalam lembar-lembar buku ini kita akan menemukan nukilan-nukilan dari buku Syeikh Abdul Husein tentang berbagai syubhât yang dialamatkan kepada Abu Hurairah beserta jawaban dan bantahannya. Secara global buku ini terbagi dalam enam bab besar: Pertama, Nama dan Nasab Abu Hurairah; Kedua, Hidup Abu Hurairah bersama Nabi; Ketiga, Hidup Abu Hurairah di masa Khulafâ’ al-Râsyidîn; Keempat, Hidup Abu Hurairah di masa Daulah Umaiyyah; Kelima, Kepribadian Abu Hurairah, dan; Keenam, Hadits-hadits Abu Hurairah.

Pada bagian pertama buku ini, terdapat pembahasan tentang syubhât nama dan nasab Abu Hurairah yang dianggap terlalu banyak ikhtilâf, sehingga menimbulkan keraguan. Akan tetapi syubhât ini dijawab bahwa sebab terjadinya khilâf tersebut karena jauhnya asal Abu Hurairah (baca: Yaman) dari Madinah dan juga banyaknya takhrîf dan tashhîf. Dan telah rajih bahwa nama Abu Hurairah pada masa Jahiliyah adalah Abdu Syams bin Shakhr dan setelah Islam Abdurrahman atau Abdullah.

Syubhât lain yang juga diarahkan kepada beliau bahwa, pada masa dua kekhalifahan pertama Khulafâ’ al-Râsyidîn, tidak pernah ditemukan atsar kecuali yang menyebutkan bahwa hanya khalifah Umar yang pernah mengirim Abu Hurairah ke Bahrain untuk mengemban amanat sebagai gubernur. Akan tetapi syubhât ini dibantah oleh penulis buku ini, dengan menyebutkan Abu Hurairah ikut keluar berperang di bawah pasukan yang dipimpin oleh Ala’ bin Hadhrami (yang pernah menyeberangi selat hanya dengan mengendarai kuda) untuk memerangi kaum murtad di Bahrain yang jauh dari Madinah.

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Abu Hurairah pernah dipukul hingga beliau berdarah, dengan alasan terlalu sering mengucapkan hadits Rasulullah SAW, sehingga menjadikan khalifah naik pitam terhadap beliau. Kemudian Umar berkata: “wahai Abu Hurairah, engkau terlalu sering berucap hadits Rasulullah, dan aku akan memerangimu jika kau berbohong terhadap Rasulullah”. Kejadian ini dijadikan dasar tuduhan bahwa Abu Hurairah berbohong terhadap Rasul dengan seringnya beliau berucap hadits. Syubhât inipun dibantah oleh penulis dengan sangat ringkas tapi mengena; bahwa pada masa khalifah Umar bin Khattab, hadits memang belum dikodifikasi karena takut bercampur dengan al-Qur’an, sehingga wajar jika Umar saat itu marah ketika mengetahui Abu Hurairah sering mengeluarkan hadits Rasul.

Setelah menjatuhkan beberapa tuduhan kepada Abu Hurairah di masa Abu Bakar dan Umar, datang juga tuduhan pada masa khalifah Utsman dan Ali, bahwa beliau hanya diam dengan keadaan yang terjadi pada waktu itu dan hampir-hampir kembali menjadi orang faqîr serta tidak mendapat tempat di kalangan ahli Suffah. Kedua syubhât ini dijawab oleh penulis; bagaimana beliau dianggap diam ketika beliau ikut menjaga Utsman bersama sahabat lain ketika datang kaum pemberontak yang ingin membunuhnya. Dan bahwa beliau dianggap hampir kembali miskin, tidak ada riwayat yang mengatakan beliau kekurangan harta dan tidak diterima oleh sahabat lain.

Sebagai seorang periwayat hadits yang paling banyak dan terkenal, memang banyak tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada beliau. Terutama dari kalangan Syi’ah yang sangat sentimentil terhadap para pembela Utsman dan bani Umaiyyah, dengan tujuan berbagai kepentingan politik yang diusungnya, juga untuk melemahkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh beliau. Maka, jika ingin mendapat informasi lebih detail tentang syubhât- syubhât seputar Abu Hurairah, bacalah buku ini! Wallahu A’lam.[]

Posted by admin misykati on 6:14 AM. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 comments for "RESENSI"

Post a Comment